Imam Bukhari menyampaikan kisah dari Anas r.a, ada seorang Muslimah yang datang menawarkan diri kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Ya Rasulullah, apakah Baginda membutuhkan aku?”
Putri Anas yang hadir dan mendengarkan perkataan itu, mencela perempuan itu sebagai yang tidak punya harga diri dan rasa malu,
“Alangkah sedikitnya rasa malunya, sungguh memalukan, sungguh memalukan.
”Anas berkata kepada putrinya: “Dia lebih baik darimu, Dia senang kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam lalu dia menawarkan dirinya untuk Beliau!” (Riwayat Bukhari).
Menurut berbagai kitab sejarah, perempuan tersebut adalah Khaulah binti Hakim dan ada pula yang mengatakan ialah Ummu Syarik atau Fathimah binti Syuraih.
Hingga zaman keterbukaan seperti sekarang, sikap untuk mengajukan diri terlebih dahulu, terutama bagi kaum perempuan, masih dianggap tabu. Padahal, menurut banyak ulama, keberanian perempuan tadi menyatakan perasaannya terlebih dahulu pada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah salah satu bentuk keutamaan perempuan tadi.
Bagaimana tidak, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sebaik-baik manusia. Jika perempuan tadi tidak mengajukan diri untuk dipilih oleh Rasulullah mengingat segala keutamaan Beliau, maka mungkin kesempatan untuk mendapatkan seorang pendamping yang saleh dan mulia akan berlalu dalam impian saja.
Walau akhirnya perempuan tadi tidak dinikahi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, akan tetapi hasrat perempuan tadi untuk menikah dengan orang pilihan yang saleh dan taat terpenuhi karena kemudian ia dipinang oleh salah seorang sahabat.
Nah, sampai disini, mari menengok pada diri kita sendiri. Sering kali, kita maju mundur di dalam hati manakala melihat seseorang yang kita inginkan. Padahal kita sudah tahu persis, bagaimana kualitas si dia yang kita incar sebagai calon suami tersebut. Begitu ingin memiliki karena berbagai kelebihannya. Namun, selalu urung dalam hati dan akhirnya gigit jari karena sudah datang yang mendahului. Ini menyakitkan bukan?
Aku yang di Depan
Belajar dari kisah si perempuan shalihah yang berani mengajukan diri meminang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, mengapa kita tidak mengikuti tindakannya? Tidak hanya bagi yang akhwat, ini pun berlaku untuk yang ikhwan.
Mengapa tidak untuk menjadi “aku yang terdepan” untuk urusan yang satu ini. Bila kita terus berada di belakang, mengintip, dan memperhatikannya di kejauhan, maka seperti itu pula status kita dalam pandangannya. Pemuja rahasia, tak pernah kasat mata.
Bila memang tak sampai hati untuk langsung meminta sang pujaan hati, terutama bagi yang akhwat, maka majukanlah diri dihadapannya dengan segenap prestasi yang Anda punya. Inipun bukan berarti harus bersikap berlebihan di hadapannya, akan tetapi buatlah dia melihat bahwa Anda adalah sosok yang layak untuk diperhitungkan sebagai pendampingnya.
“Berjalanlah ke hadapannya” dan buatlah dia yakin bahwa sangat sayang untuk membiarkan Anda berlalu begitu saja. Berikanlah dia fakta-fakta bahwa Anda adalah orang yang tepat untuk mewujudkan berbagai harapan bersamanya. Jadikanlah diri kita sosok yang pantas untuk dicintai dan dipilihnya.
Banyaknya harta dan gelar bukanlah ukuran. Jika kita berusaha meneladani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan sahabatnya, maka jadikanlah kesalehan dan ketaqwaan menjadi modal dan tujuan utama untuk menjadi yang terpilih. Karena, dengan modal itu pulalah para sahabat dan shahabiyah memajukan diri mereka dihadapan orang yang diharapkannya.